Rabu, 07 November 2012

RAK Kisah Lengkap Pangeran Diponegoro

KURANG lebih dua abad silam terjadi peperangan sengit antara bangsa kolonial Inggris dengan Keraton Ngayogyokarto. Bangsa kolonial memporak-porandakan Keraton Ngayogjokarto. Ribuan karya monumental produk asli keraton dirampas dan dibawa oleh Inggris dan tidak dikembalikan hingga sekarang. Sebuah kerugian yang luar biasa diderita Bangsa Indonesia, dan Keraton Ngayogjokarto khususnya.
Hal ini mengetuk pintu hati salah satu ilmuan ternama Inggris, Peter Carey. Carey merasa bangsanya berhutang budi kepada Keraton Ngayogjokarto lantaran perampokan karya adiluhung di atas.
Dia kemudian menuliskan sebuah buku tentang sosok ternama putra asli Keraton, Pangeran Diponegoro. Buku tersebut dia  beri judul Kuasa Ramalan. Buku ini hasil penelitiannya selama kurun 30 tahun dengan sumber karya adiluhung hasil perampasan di atas sebagai referensi utama.
Pangeran Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, raja Mataram di Yogyakarta. Pangeran Diponegoro lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, istri non permaisuri dari Pacitan. Pangeran Diponegoro kecil bernama Raden Mas Ontowiryo.
Diponegoro mempunyai 3 orang istri yaitu, Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, dan Raden Ayu Ratnaningrum. Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga dia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada tinggal di Keraton.
Karena rasa cinta dan hormatnya terhadap adat dan leluhur Jawa, Diponegoro selalu menjunjung tinggi kesakralan dan kearifan budaya leluhurnya. Maka, ketika Belanda mencoba menggusur tanah makam leluhurnya untuk pembangunan jalan, Diponegoro sangat tersinggung dan marah besar. Berawal dari situlah, Diponegoro bertekad mengangkat senjata untuk memerangi Belanda.
Peter Carey melakukan penelitiannya juga di Tegalrejo. Karena dia meyakini bahwa di situlah sosok Diponegoro ditempa. Tak kurang 30 tahun, Carey hidup dan bersosialisasi di daerah tersebut seraya terus mengumpulkan data penelitiannya.
Diponegoro dikenal sebagai seorang pemimpin yang gagah berani dan tak pernah gentar menghadapi musuh. Dengan kharismanya dia berhasil menghimpun kekuatan rakyat pribumi Jawa khususnya untuk melawan Belanda. Dibawah komando sang Pangeran asal Yogyakarta ini rakyat pribumi bersatu dalam semangat sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati (sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati). Perang terbesar dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia ini berlangsung selama kurun waktu 5 tahun (1825-1830) yang diakhiri dengan penangkapan dan pengasingan Diponegoro.
Pangeran muslim nan saleh itu wafat pada 8 Januari 1855 dan dimakamkan di Makassar. Sejauh ini belum ada biografi utuh tentang kehidupan dan perjuangan sang Pangeran yang menggunakan sumber Jawa dan Belanda.
Carey, dengan bahasanya yang ringan, menyusun kisah demi kisah Diponegoro dengan runtut dan rinci. Buku ini bertutur tentang kehidupan Sang Pangeran yang berjuang mempertahankan adat dan budaya Jawa yang diinjak-injak oleh Kolonial Belanda. Membaca buku ini dapat membuka cakrawala pengetahuan tentang satu babak yang tidak bisa lepas dari sejarah kemerdekaan Indonesia.
Di sisi lain, buku ini sangat relevan digunakan sebagai cermin era modern ini. Di mana para penyelenggara negara lebih asyik dengan dirinya sendiri dan lupa akan tugas utamanya. Kemerosotan moral dan martabat melanda kalangan pejabat, korupsi yang merajalela, dan kesenjangan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar